Wednesday, June 29, 2011

ERTI KESYUKURAN


Bru2 ni ana dapat result..huhu..tapi siriees cakap..1st time dalam hidup ana rse relax jew nk amek result.. slalunye nk termuntah lah ape lah..semua ade..tpi kli ni mgkin ana twu ana dah usaha sehabis baik and ana btol2 dah bertawakal..ana btol2 redha..nk twu ana dpt brape??hehe..kalo dah ade mood nk tulis blog ni maknenya phm2 jelah..alhamdulillah..mungkin ni berkat doa semua org jgak..walaupun sebelum exam mcm2 berlaku pada dri ana..pape pon ana doa mge jgnlah ana menjadi golongn org2 yg riak setelah berjaya, n bkn golongn org yang kufur nikmat..alhamdulillah..2lah yang ana nak bentangkn kt antum ni..SYUKUR>>                                              
 


Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diertikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah  (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).

Pengertian   kebahasaan   ini  tidak  sepenuhnya  sama  dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) mahupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.

Dalam   Al-Quran   kata  "syukur"  dengan  berbagai  bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat  kali.  Ahmad  Ibnu  Faris dalam  bukunya  Maqayis  Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu,

a. Pujian kerana adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa redha atau puas dengan nikmat walau sedikit sekalipun.


b. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.


c. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).


d. Pernikahan, atau alat kelamin.

Agaknya kedua makna  terakhir  ini  dapat  dikembalikan  dasar pengertiannya  kepada  kedua  makna  terdahulu.  Makna  ketiga hampir sama dengan makna pertama yang mengambarkan kepuasan dengan nikmat  yang  sedikit  sekalipun,  sedang  makna  keempat hampir sama dengan makna kedua,  kerana  dengan   pernikahan   (alat   kelamin)   dapat melahirkan banyak anak.
  
Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenali sebagai pakar bahasa  Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata "syukur"  memberi erti  "gambaran  dalam  benak tentang  nikmat  dan  menampakkannya  ke  permukaan." Kata ini --tulis Ar-Raghib-- menurut ulama berasal dari  kata "syakara"  yang berarti "membuka", sehingga ia merupakan lawan dari kata "kafara" (kufur) yang berarti menutup --(salah  satu ertinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.


Makna  yang  dikemukakan  pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang mempertemukan kata syukur  dengan kata kufur, antara lain dalam QS lbrahim (14): 7:

     Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku)
     untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku
     amat pedih.

Demikian juga dengan pengakuan  Nabi  Sulaiman  yang diabadikan Al-Quran:

     Ini adalah sebahagian anugerah Tuhan-Ku, untuk mengujiku
     apakah aku bersyukur atau kufur (QS An-Naml [27]: 40).

Hakikat  syukur  adalah  "menampakkan  nikmat,"  dan   hakikat kekufuran  adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain bererti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki  oleh  pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:

     Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau
     menyebut-nyebut (QS Adh-Dhuha [93]: ll).

Nabi Muhammad Saw. pun bersabda,

     Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam
     penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

Dengan demikian syukur mencakup tiga sisi:

a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas  anugerah.


b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya.


c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.


MANFAAT SYUKUR BUKAN UNTUK TUHAN

Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur  kembali
kepada  orang  yang  bersyukur,  sedang Allah Swt. sama sekali
tidak memperoleh bahkan tidak  memerlukan  sedikit  pun  dari
syukur makhluk-Nya.

     Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia
     bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan

     barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka
     sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak memerlukan
     sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)

Karena  itu  pula,  manusia  yang mencapai peringkat terpuji, adalah yang
memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang  diberi)  atau ucapan terima kasih.

Al-Quran  melukiskan  bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah  Ali  bin  Abi  Thalib  dan  istrinya  Fatimah   putri Rasulullah  Saw.)  memberikan  makanan  yang mereka simpan Untuk berbuka puasa mereka, kepada tiga  orang  yang
memerlukan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,

     Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah
     mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki
     balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima
     kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).



BAGAIMANA CARA BERSYUKUR?

Di atas telah dijelaskan bahwa  ada  tiga  cabang  dari  syukur, yaitu  dengan  hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Berikut akan dirinci penjelasan tentang masing-masing sisi tersebut.

a. Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat  yang  diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati  mengantar  manusia  untuk menerima  anugerah  dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. 


Syukur ini  juga mengharuskan  yang bersyukur menyedari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian
kepada-Nya.   Qarun   yang  mengingkari  kekayaannya  atas bantuan  Ilahi,  dan   menegaskan   bahawa   itu   diperolehnya semata-mata kerana kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya  (Baca  kisahnya  dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya, saat ditimpa mala petaka pun boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi  karena  terbayang  olehnya bahawa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain  yang  dapat  terjadi.  
  
Sujud syukur adalah perwujudan dari  kesyukuran  dengan  hati, yang  dilakukan  saat  hati dan fikiran menyedari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah.  

Bahkan  sujud  syukur  dapat dilakukan   saat   melihat   penderitaan   orang  lain  dengan membandingkan keadaannya  dengan  keadaan  orang  yang  sujud.
(Tentu  saja  sujud  tersebut  tidak  dilakukan  dihadapan  si penderita itu).

Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua  anggota  sujud di  lantai  yakni  dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua hujung jari kaki)--seperti melakukan sujud dalam  solat.
Hanya  saja  sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam solat. Kerana sujud itu  bukan  bahagian dan  solat,  maka kebanyakan ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu.  Namun  tentunya lebih baik jika  melakukan sujud disertai dengan wudu.

b. Syukur dengan lidah

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.


Al-Quran,  seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian    kepada    Allah    disampaikan    dengan     ucapan "al-hamdulillah."

Hamd  (pujian)  disampaikan  secara  lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.

Kata   "al"  pada  "al-hamdulillah"  oleh  pakar-pakar  bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti "keseluruhan". Sehingga   kata   "al-hamdu"   yang   ditujukan  kepada  Allah mengandung arti  bahawa  yang  paling  berhak  menerima  segala pujian  adalah Allah Swt., bahkan seluruh pujian harus tertuju
dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji  kepada  Allah,  maka  itu bererti  pada  saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya,  maka  pujian  tersebut  pada  akhirnya   harus dikembalikan  kepada Allah Swt., sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Manakala kalau pada 1ahirnya ada
perbuatan  atau  ketetapan  Tuhan  yang  mungkin oleh kacamata manusia dinilai  "kurang  baik",  maka  harus  disedari  bahwa penilaian  tersebut  adalah  akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti  ada sesuatu   yang  luput  dari  jangkauan  pandangannya  sehingga
penilaiannya menjadi demikian. 

c. Syukur dengan perbuatan

Nabi  Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang  tiada  taranya.  Kepada  mereka  sekeluarga Allah berpesan,

     Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS
     Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah  menggunakan  nikmat  yang diperoleh   itu   sesuai   dengan   tujuan   penciptaan   atau penganugerahannya.

Ini bererti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar  merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh  lautan  yang  diciptakan  oleh Allah  Swt. Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:

     Dialah (Allah) yang menundukkan 1autan (untuk kamu) agar
     kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan
     (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang
     kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya,
     dan supaya kamu mencari kurnia-Nya (selain yang telah
     disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).

Ayat  ini  menjelaskan  tujuan   penciptaan   laut,   sehingga mensyukuri  nikmat  laut,  menuntut  dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara  dan  hiasan  yang  lain,  serta menuntut   pula   untuk  menciptakan  kapal-kapal  yang  dapat mengharunginya, bahkan  aneka  manfaat  yang  dicakup  oleh kalimah "mencari karunia-~Nya".

Dalam konteks inilah maka dapat kita fahami janji Allah,

     Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah
     (nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)

Betapa anugerah  Tuhan  tidak  akan  bertambah,  kalau  setiap jengkal  tanah  yang  terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan  yang  tercurah  dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?



APA YANG HARUS DISYUKURI?

Pada dasarnya  segala  nikmat  yang  diperoleh  manusia  harus disyukurinya.  Nikmat  diertikan  oleh sesetengah ulama sebagai "segala sesuatu yang berlebih dari modal Anda". Adakah manusia memiliki  sesuatu sebagai modal? Jawabannya, "Tidak". Bukankah hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

     Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa,
     sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat
     disebut? (QS Al-Insan [76]: 1).

Nikmat  Allah  demikian  berlimpah  ruah,  sehingga   Al-Quran menyatakan,

     Seandainya kamu (inginn) menghitung nikmat Allah, niscaya

     kamu tidak akan sanggup menghitungnya (QS Ibrahim [14]:
     34).



Di  atas  dikemukakan  secara  umum  nikmat-nikmat-Nya  yang menuntu tsyukur.  Dalam  beberapa  ayat  lainnya disebut sekian banyak nikmatAllah, antara lain:

1. Kehidupan dan kematian

     Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat)
     Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan,
     kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali. (QS
     A1Baqarah [2]: 28).

2. Hidayat Allah

     Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
     diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al-Baqarah
     [2]: 185).

3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya.

     Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu
     bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52)

4. Pancaindera dan akal.

     Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
     keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
     pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu
     bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78).

5. Rezeki

     Dan diberinya kamu rezeki yang baik agar kamu
     bersyukur (QS Al-Anfal [8]: 26).
  
6. Kemerdekaan

     Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai
     kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia
     mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu
     orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir'aun)
     (QS Al-Maidah [5]: 20)

Masih banyak lagi nikmat-nikmat  lain  yang  isebut oleh Al-Quran.

WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR

Dalam  konteks  syukur  dalam  kehidupan  dunia  ini, A1-Quran menegaskan bahwa Allah Swt. menjadikan  malam  silih  berganti dengan  siang,  agar  manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, "Dia yang menjadikan  malam  dan siang   silih   berganti,  bagi  orang  yang  ingin  mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS A1-Furqan  [25]:
62).

Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

     Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di
     petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan
     bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di
     waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu
     berada di waktu zuhur.

Segala  aktiviti manusia  --siang  dan   malam--   hendaknya merupakan  manifestasi  dari  syukurnya.  Syukur  dengan 1idah dituntut saat seseorang merasakan  adanya  nikmat  Ilahi.  Itu sebabnya    Nabi    Saw.   tidak   jemu-jemunya   mengucapkan, "Alhamdulillah" pada setiap situasi dan kondisi.

Saat bangun tidur beliau mengucapkan,

     Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan
     (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami
     dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan.

Atau membaca,

     Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku
     ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku
     mengingat-Nya.

Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca,

     Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah
     pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu
     segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan
     bumi dan segala isinya ...

Ketika berpakaian beliau membaca,

     Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan
     (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa
      kemampuan dan kekuatan (dari diriku).



Sesudah makan beliau mengucapkan,

     Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan
     memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim.

Ketika akan tidur, beliau berdoa,

     Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah,
     bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi.

Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam  berbagai  situasi dan keadaan.

Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia  akan  merasa  bahwa  Tuhan  tidak membiarkannya sendiri. Jika kesedaran ini telah berbekas dalam jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia  mendapat  cobaan
atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan,

     Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji
     walau cubaan menimpa, kecuali Dia semata.

Kalimat semacam ini terlontar, kerana  ketika  itu  dia  sadar bahwa  walaupun sekiranya  apa yang dirasakan itu benar-benar merupakan malapetaka,  namun  limpahan  kurnia-Nya   sudah   sedemikian banyak,  sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi bererti dibandingkan dengan besar dan banyaknya kurnia selama ini.

Di samping itu akan terlintas  pula  dalam  fikirannya,  bahwa pasti   ada  hikmah  di  sebalik  cubaan  itu,  kerana  Semua perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji.


                              ***

Demikian sekelumit huraian Al-Quran  tentang  syukur.  Kalaulah kita   tidak   mampu  untuk  masuk  dalam  kelompok  minoriti --orang-orang  yang  pandai  bersyukur  (atau  dalam   istilah Al-Quran  asy-syakirun,  yakni orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya  hakikat  syukur  dalam  ketiga-tiga bentuk  :
hati,  lidah,  dan  perbuatan)--  maka paling tidak kita tetap harus berusaha  sekuat  kemampuan  untuk  menjadi  orang  yang melakukan  syukur  --atau  dalam  istilah Al-Quran yasykurun-- betapapun kecilnya syukur itu.  

   Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan pula ditinggalkan terus. 





Kisah Saidina Umar al-Khattab 

Diceritakan bahawa ada seorang pemuda pada zaman Saidina Umar al-Khattab yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: "Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit." Doa pemuda ini didengar oleh Saidina Umar ketika beliau (Umar) sedang bertawaf di Kaabah. Umar berasa hairan, iaitu kenapa pemuda berkenaan memohon doa sedemikian rupa. 


Selepas selesai melakukan tawaf, Saidina Umar memanggil pemuda berkenaan lalu bertanya: "Kenapakah engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tiada permintaan lain yang boleh engkau mohon kepada Allah?" 


Pemuda berkenaan menjawab: "Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa berkenaan kerana aku (berasa) takut dengan penjelasan Allah seperti firman-Nya dalam surah al-A'raaf ayat 10 yang bermaksud: "Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekelian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur." Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit, iaitu (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah, jelas pemuda berkenaan. 


Mendengar jawapan itu, Umar al-Khattab menepuk kepalanya sambil berkata kepada dirinya sendiri: "Wahai Umar, alangkah jahilnya engkau, orang ramai lebih alim daripadamu." Memanglah teramat sedikit yang tahu dan mahu bersyukur dan semoga kita termasuk dalam golongan yang sedikit berkenaan (yang bersyukur).






Dipetik dari: WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.